RESENSI
NOVEL “KAU, AKU, DAN SEPUCUK ANGPAU MERAH”, TERE-LIYE
Oleh:
Aminatur Rohmah
·
Judul : Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau
Merah
·
Pengarang : Tere Liye
·
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
·
Tahun terbit : 2012
·
Tempat terbit : Jakarta
·
Tebal :
512 Halaman
·
Ukuran : 13.5 x 20 cm
·
Ilustrasi buku : putih, coklat lembut, coklat kehitaman,
tulisan judul berwarna putih, warna dasar merah lembut, disertai gambar wanita
berpayung dan sepit-sepit berjejeran di tepi sungai.
Tere-Liye ialah penulis berbahasa
indonesia. Menurut informasi dari dunia maya, Ia adalah penulis yang tidak
terlalu menunjukkan informasi pribadi. Novel-novel karya Tere Liye di antaranya
Ayahku (bukan) Pembohong, Moga Bunda disayang Alloh, Senja bersama Rosie,
Bidadari-bidadari Surga, Rembulan Tenggelam di Wajahmu, dsb.
Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah ialah
novel tentang perjalanan cinta tapi dengan kadar yang pas. Dalam arti tidak
terlalu melo dan tidak terlalu keras. Novel dengan desain sampul lembut ini
tampaknya mampu menyihir pembaca untuk terus dan terus membuat penasaran
mengetahui kelanjutan ceritanya. Mantra cinta pastilah selalu berhasil untuk
membuat orang lain tertarik.
Cerita cinta penuh perjuangan ini
bermula dari pertemuan seorang pemuda Pontianak bernama Borno dengan seorang
gadis cantik keturunan cina. Dengan latar sungai kapuas dan media sepit lah
mereka bertemu dan kisah itu pun di mulai.
Borno, setelah lulus SMA, Ia tidak
meneruskan sekolah yang lebih tinggi. Ia memilih untuk lansung mencari
pekerjaan. Bukan karena tidak ingin, namun rupanya keadaan tak mengijinkannya
untuk kuliah dulu. Berbagai jenis pekerjaan telah Ia lakoni, mulai dari
karyawan pabrik karet, penjaga gerbang masuk untuk penumang kapal very, penjaga
tempat bensin mengapung, hingga menarik sepit. Sepit adalah perahu bermesin,
dalam novel tersebut sering di sebut motor tempel. Awalnya Borno tidak
mempunyai niat untuk bekerja sebagai seorang penarik sepit, namun pada ujungnya
Ia memilih pekerjaan itu juga. Para orang-orang dekat yang peduli seperti
ibunya (ayahnya sendiri sudah cukup lama meninggal sebelum Borno lulus SMA),
Cik Tulani, Koh Acong, Pak Tua, Bang Togar, dan penarik sepit lainnya telah
besepakat untuk membelikan Borno sepit pribadi.
Tapi Borno tidak mengetahui rencana hebat itu, bisa di bilang ini merupakan
suatu kejutan untuk pria baik seperti Borno. Sepit itupun telah di hias
sedemikian rupa dan tak lupa di cantumkan nama pemiliknya “Borneo” , .
Sebelum resmi menjadi seorang penarik
sepit, Borno pernah mencoba peruntungan dengan menjadi penjaga gerbang masuk
penumpang kapal very, mendengar hal itu, bang Togar yang memang seorang yang
keras, sangat menentang keputusan Borno untuk bekerja di situ, dengan alasan
bahwa bisnis kapal very adalah momok dan layaknya di perlakukan sebagai musuh
bebuyutan, bukannya malah mencari nafkah di tempat itu. Sejarahnya sejak adanya
kapal very, penumpang sepit jadi turun drastis, hal itu tentu membuat para
pengemudi sepit kalang kabut. Bahkan bang Togar sampai mengancam Borno tidak
boleh naik sepit untuk berangkat kerja menuju gerbang masuk kapal very itu.
Terpaksa Ia harus naik opelet yang akan memakan waktu lebih lama. Tak
tanggung-tangguh, bang Togar memasang foto Borno di dekat dermaga dengan
pengumuman bahwa yang wajah yang ada di foto tersebut bernama Borno dan dia
ialah seseorang yang dilarang keras untuk menumpang sepit. Kejutan itu telah
memunculkan efeknya. Wajah Borno kini di kenal banyak orang, mengingat cukup
banyak orang yang lalu lalang di dermaga.
Hari pertama menarik sepit, Ia mendapat penumpang
seorang gadis sendu menawan dengan memakai baju kurung kuning, gadis itu tanpa
ragu duduk di barisan paling depan. Itulah awal mula terjadinya cerita
inspiratif antara Borno dan gadis baju kurung kuning bernama Mei. Ketika Borno
hendak menyelesaikan hari pertamanya bekerja sebagai penarik sepit, tidak
sengaja ia menemukan sebuah amplop berwarna merah yang masih rapi. Dia pikir
itu pasti barang penumpang yang tertinggal. Ia menanyakannya pada petugas timer
yang mungkin saja menyadari barang milik siapa ini yang tertinggal. Setelah
berbincang-bincang untuk mencari tahu, akhirnya mereka sampai pada kesimpulan
kalau amplop merah seperti angpau itu tak lain adalah milik gadis baju kurung
kuning yang duduk paling depan. Karena amplop itu memang tertinggal di bangku
paling depat sepit. Mengetahui hal itu Borno telah di lingkupi bayang-bayang
gadis baju kurung kuning dan berniat untuk mengembalikannya.
Hari
demi hari ia lewati untuk menunggu saat-saat dimana ia bisa bertemu gadis baju
kurung kuning itu. Sayang, nasib tak begitu berpihak pada nya. Rasa penasaran
yang tak kunjung terjawab membuatnya cukup jera. Hingga suatu hari dimana
sorang petugas timer memberitahu bahwa ia melihat gadis baju kurung kuning
tengah membagi-bagikan angpau. Setelah susah payah untuk menemui gadis itu,
akhirnya ia menemukan jawabannya. Dia berasumsi kalau angpau yang tertinggal
itu hanyalah angpau biasa yang sengaja di bagi-bagikan oleh gadis itu. Borno
agak kecewa dengan kenyataan itu, awalnya ia berharap itu bukan angpau biasa.
Waktu
itu kisah pembagian angpau itu Borno belum mengetahui nama gadis baju kurung
kuning itu, . setelah seringnya Mei naik
sepit Borno, Borno pun memberanikan diri untuk mengajaknya ngobrol dan
mencaritahu namanya. Dari pertemua pertama itu telah berlanjut ke pertemuan
berikutnya. Semakin lama Borno semakin mengenal sosok Mei.
Sebagai
layaknya pria biasa, wajar bagi Borno untuk jatuh cinta kepada seorang gadis.
Ya,, gadis baju kurung kuning yang telah sangat menyita perhatiannya hingga ia
begitu galau. Rupanya perjalanan cintanya cukup rumit. Mulai dari sikap sikap
ayah Mei yang kurang bersahabat ketika Borno ke rumahnya Mei, sampai Mei yang
tiba-tiba memutuskan untuk tidak bertemu lagi dengan Borno tanpa alasan yang
jelas.
Pak
Tua yang perannya sangat penting bagi cerita cinta Borno juga tak henti-henti
memberi petuah berguna, malah kadang sengaja menggodanya yang tahu kalau Borno
memang lagi kacau karena sorang gadis. Waktu masa magang Mei di yayasan habis,
ia kembali ke surabaya. Ia memang dari pontianak, tapi entah dengan alasan apa
sekeluarganya pindah ke surabaya. Mendengar kalau Mei sudah tidak mengajar
lagi, Borno kemudian merasa galau.
Entah
karena kebetulan atau bagaimana, Pak Tua yang sedang mengalami sakit tiba-tiba
mengajak Borno ke surabaya untuk terapi. Tanpa pikir panjang Borno ngikut saja.
Setelah menempuh perjalanan cukup lama dengan kapal, akhirnya mereka sampai di
surabaya. Pas sudah sampai di rumah sakit tempat Pak Tua terapi, ia menemukan
cara cukup konyol untuk mencari keberadaan Mei. Dengan menelepon berbagai nomor
dengan pemilik bapak sulaiman. Berkali-kali mencoba namun selalu gagal. Malah
tanpa sengaja, di dekat telepon umum, tanpa sengaja tanpa di duga ia bertemu dengan
Mei. Mei yang menyapa duluan, kebetulan neneknya juga sedang terapi di rumah
sakit itu. Setelah peremuan itu mereka berbincang-bincang, namun Borno lebih
banyak diam, entah apa yang dia rasa. Pak Tua yang sadar selalu menggodanya. Mei
berencana menemani Borno dan Pak Tua keliling surabaya pada hari berikutnya.
Dengan cuaca yang redup di sertai gerimis, mereka memulai berkeliling. Nah,
dari petualangan singkat menyusuri kota surabaya itulah Borno dan Mei
mengetahui apa arti cinta itu sebenarnya. Pak Tua mengajak mereka menemui teman
lamanya yang sepasang suami istri yang telah renta, pasangan yang sama-sama
tuna netra. Dari pasangan itu dapat di petik sebuah pelajaran. Mereka tak dapat
melihat. Namun mereka telah memberi
contoh suatu cerita cinta yang sangat patut untuk di contoh. Mereka saling
mengerti, mereka setia. Tak pernah membual tentang kata-kata cinta yang
bombastis. Pak Tua pernah memberi petuah tentang cinta. Cinta adalah perbuatan.
Dan teman lama Pak Tua yang di umpamakan si fulan dan si fulani telah memberi
contoh. Seorang buta yang memaknai cinta dengan perbuatan. Tak butuh kata-kata
tidak penting. Karena perbuatan yang akan mengukirnya. Mereka membuktikannya. Dengan
kisah yang penuh perjuangan juga, bahkan pasangan itu pernah berpisah, hilang
kontak selama beberapa waktu karena suatu krisis pada masanya. Nasib baik
menghampiri mereka setelah berkali-kali mengalami masa-masa kelam.
Untuk
menerapkan cinta adalah perbuatan mungkin sulit di jaman sekarang. Dan kadang,
dan lagi-lagi tak selamanya cinta bermakna negatif. Tampaknya Borno dan Mei
meresapi kisah itu. setelah semua urusan telah beres, mereka pulang.. ketika
sudah saatnya Borno dan Pak Tua kembali ke pontianak, mungkin ada rasa tidak
rela untuk Borno, pria itu tentu masih ingin menemui Mei.
Ketika
sudah kembali ke pontianak, Borno menjalani hari-hari nya seperti biasa.
Menarik sepit, bertemu ibu lagi, bertemu bang togar dan pengemudi sepit
lainnya. Tanpa Mei, hidupnya seperti bola putih polos, hampa dan selalu terasa
ada yang kurang. Suatu saat yang tidak Borno duga, Mei muncul kembali. Tidak
tahu apa yang terjadi, Borno masih cukup heran namun bercampur bahagia karean
pujaan hatinya berada di pontianak lagi. Mei kelihatannya menyukai profesinya
mengajar di suatu yayasan. Dan dia kembali mengajar lagi.
Di
pertengahan perjalannya menjadi pengemudi sepit, rupanya Borno mempunyai
kemampuan lain yang tak kalah oke, dia begitu cepat memahami tentang mesin,
cepat menjadi ahli. Ayah Andi (Andi adalah kawan dekat Borno) meminta Borno
untuk bantu-bantu menyelesaikan pekerjaan di bengkel nya. Setelah melewat
berbagai kisah yang cukup menyita pikiran dan menguras emosi, akhirnya ayah Andi
dan Borno memiliki bengkel sendiri yang lebih besar. Borno semakin ahli, Andi
yang semula selalu menggerutu karena iri sekarang lebih bersemangat untuk
menjadi asisten Borno. Di tengah-tengah kebahagiaan itulah hal mengejutkan
datang secara tiba-tiba. Mei datang di bengkel Borno dan memberi kabar sesuatu.
Mei membuat keputusan agar bang Borno tidak menemuinya lagi. katanya dengan
tidak bertemu lagi adalah keputusan yang baik. Borno tidak mengerti, setiap
ingin mencari tahu, Mei menghindar. Tidak mau menjelaskan apa alasannya. Dengan
berbagai cara Borno berusaha menggali informasi. Mulai dari datang ke yayasan
tempat Mei mengajar, sampai kerumahnya di pontianak yang di jaga oleh bibi Mei.
Karena Mei selalu menghindar, Borno sering menuliskan uneg-unegnya dengan
menulis sepucuk surat. Namun balasannya tak kunjung jelas mengapa Mei tiba-tiba
membuat keputusan tanpa alasan yang jelas itu.
Bibi
Mei yang merasa perlu membantu meskipun tidak di beri kewenangan untuk mengurus
kisah cinta rumit mereka, akhirnya memutuskan untuk ambil tindakan. Bibi Mei
memberitahu Borno dari Mei yang sudah mau kembali lagi ke surabaya. Memberitahu
Borno tentang angpau merah tempo hari. Mei tidak mengatakan kalau itu memang
bukan angpau biasa. Isinya bukanlah uang, tapi sebuah surat penting dari Mei,
begitu bibi Mei memberitahu Borno. Tanpa ba bi bu lagi, Borno langsung
mencari-cari angpau itu yang sudah lama tidak di pikirkannya. dengan segera ia
membuka amplop merah itu , dia baca.. dan menemukan jawabannya. Berbagai
perasaan bercampur. Bingung.
Setelah
selesai plesir dari malaysia bersama Pak Tua dan Andi, Borno di kejutkan dengan
kedatangan bibi Mei yang tiba-tiba dan tampaknya mendesak. Bibi Mei memberitahu
kalau nona Mei sedang sakit di surabaya. Sakitnya sudah cukup lama. Bibi
meminta agar Borno tidak membenci keluarganya Mei atas kesalahan yang telah di
perbuat pada masa lalu. Bayangan Mei tak dapat hilang darinya. Borno ke
surabaya untuk menemui Mei. Tampaknya ia tak memikirkan masa lalu lagi. Mei
yang terbaring dan terlihat lebih kurus, cukup terkejut dengan kedatangan Borno.
Mei meminta maaf dan Borno menjelaskan tentang perasaannya. Kalau jaman
sekarang bisa di bilang ia memeberitahu kalau dia akan menerima Mei apa adanya.
Memaafkan masa lalunya dan menjatuhkan hatinya pada Mei.
Happy
ending. Cerita ini memang cocok di beri judul Kau, Aku, dan sepucuk angpau
merah. Kemampuan penulis memaparkan alur dengan baik merupakan nilai tambah
dari novel ini selain ide cerita yang kreatif dan mungkin tidak terpikirkan
oleh banyak orang. Pencerminan tokok utama yang sederhana membuat pembaca dapat
memperoleh inspirasi. Perjuangan yang tak kenal lelah, entah itu kasus ekonomi
maupun kasus cinta. Mampu memberi pelajaran berharga untuk pembaca.
Novel
ini mempunyai banyak tokoh-tokoh yang positif. Meskipun ada yang menyebalkan,
tapi itu hanya tambahan sebagai watak alami seorang manusia biasa. Tokoh utama
yang dirancang demikian baik tapi tidak terkesan di buat-buat. Dengan setting
tempat yang banyak mendeskripsikan suasana kota pontianak, membuat pembaca
serasa berada di tempat itu. penulis tampak begitu menguasai setiing tempat.
Novel
ini banyak terdapat ilmu kehidupan yang dapat di petik. Khususnya mungkin untuk
anak muda yang masih galau mengenai arti cinta yang sebenarnya. Membaca novel
ini adalah keputusan bijak. pembaca akan mengerti beberapa hal menarik dari novel
ini. jika sudah mulai membaca novel ini pasti ingin terus dan terus melanjutkan
membaca. Novel ini bisa membuat pembaca terus tertarik untuk membaca sampai
akhir dan akan terkejut senang ketika sampai pada endingnya. Jadi, tanpa
berpikir dua kali lagi atau bahkan seribu kali, bacalah novel ini. di jamin
para pembaca akan mendapat pelajaran yang berharga tentang kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar