GORESAN PELANGI UNTUK IBU...
Oleh: Rohmah Cipzz
Malam
ke lima belas pada bulan Mei ini terasa sepi.. entah hanya perasaan saja. Atau
memang keadaan yang memaksa untuk terasa sepi. Satu rumah di antara rumah-rumah
yang lain, tampak seorang ibu tengah terpaku memandang anak gadis semata
wayangnya sedang sibuk. Sibuk dengan dunianya sendiri.
. tak pernah ibu itu
merasakan tatapan si kecilnya.
“jangan sedih terus ma.. “ suara
seorang laki-laki membangunkannya dari lamunan.
“eh.. ,, aku lagi serius mengamati si
tari pa”
Laki-laki itu mengelus kepala nya.
Beberapa detik, air mata itu pun tumpah.. namun si ibu masih berusaha untuk
tidak terlihat lemah. Jika dia lemah, bagaimana dengan gadis kecilnya?..dia
harus kuat..
.................
“rahma, aku punya saran untuk si kecil
tari, kamu coba bawa ke tempat terapi untuk anak autis.. . kenalanku ada yang
anaknya diterapi disana, dan sekarang sudah lebih baik.. ,. Kalo perlu nanti ku
antar ke lokasinya..” sejak tahu bahwa si kecil tari positif autis, gina..
sahabat rahma dari masa kuliah, tak henti-hentinya memberi saran.
“nanti coba ku bicarakan dengan mas aji..
kalau memang itu bisa membuat si kecilku tari lebih baik dan bisa menyadari
keberadaan ibu nya, aku setuju datang ke tempat terapi, mudah-mudahan mas aji juga setuju.. makasih na”
.................
Rahma
termangu menatap rintik-rintik air hujan dari jendela ruang tengah. Disitu pula
si kecil tari tengah bermain-main.. terkadang mencoret-coret kertas kosong yang
di sediakan rahma dengan pensil warna. Setiap hasil coretan tari, selalu di
simpannya.
Ibu muda itu mengambil hape dari meja
dan mengetik pesan untuk suaminya.
To : honey
Klau hjan sdh reda, cepetn plang ya.. aq
mau mmbicarkan ssuatu ttg tari..
From: honey
Iya... J
...............
“tadi aku ketemu gina.. ,, seperti
biasa dia ngasih solusi untuk kegundahanku selama ini. dia menyarankan agar aku
mendatangi tempat terapi untuk tari. Anak temannya juga autis, katanya sekarang
sudah lebih baik setelah rutin melakukan terapi.. , aku setuju.. , gak masalah
jika aku harus lelah. Yang penting si kecil tari bisa memanggil ku ibu” sendu
rahma berbicara pada suaminya.
“mama teliti dulu kualitasnya.. kalau
memang berkualitas, papa juga setuju. Tari harus dapatkan yang terbaik...”
“iya”
..................
Sore
ini, rahma sengaja mengajak si kecil tari berjalan-jalan mengelilingi taman. Si
tari awalnya memberontak karena sedang tak ingin di ganggu karena masih sibuk
dengan dunianya. Namun akhirnya bisa lebih tenang. Tak hanya itu, rahma juga
sengaja janji ketemuan dengan gina.
“suamiku setuju asal kualitas tempat
terapi itu terjamin. , “
“aku yakin banget tuh tempat bagus
banget. Buktinya anak kenalanku sudah lebih baik kok, anaknya dulu juga hampir
sama dengan tari.. ,, em,, bagaimana kalau ku antar sekarang? Kamu buru-buru
tidak sore ini?”
“tidak.. .. tapi sudah sore,apa kamu
tidak kecapek’an?”
“haduuuh... tentu saja tidak, tari
sudah ku anggap seperti keponakanku sendiri. Jadi ayo, berangkat sekarang..”
Keduanya dan tari melangkah menuju mobil gina.
.................
Sesampai
di tempat terapi, ibu rahma di tanya banyak hal. Sudah pasti dia akan menjawab
jujur. Apalagi kalau bukan untuk kebaikan si kecil tari.
“saya percayakan si kecil tari ku
kepada ibu halimah, mohon bantuannya ya bu” suara rahma sudah lebih ceria
setelah mendengar kalimat-kalimat semangat dan positif bu halimah mengenai tari
yang pasti keadaannya akan lebih baik. Tanpa banyak menimbang-nimbang, rahma
begitu percaya dengan bu halimah. Aura bu halimah terlihat teduh dan pancaran
matanya penuh kasih sayang.
“akan sangat saya usahakan. Saya
senang sekali dengan anak kecil apalagi yang secantik tari, . ibu rahma belum
terlambat membawa tari ke terapi. Dan satu yang ibu terus ingat. Anak yang
mempunyai keterbatasan seperti tari, tidak banyak yang dia harapkan dari hidup
ini. dia hanya ingin di terima.. sebagai layaknya orang lain. Dia tak ingin di
anggap terbatas bu.. , . biasanya anak seperti ini mempunyai kemampuan yang
luar biasa..” bu halimah menyelesaikan kalimatnya sambil membelai rambut hitam
tari.
.............
“jadi kapan bisa mulai terapi?” tanya
gina penasaran, karena sejak tadi menunggu di luar.
“minggu depan sudah bisa..” rahma
mengembangkan senyum.
“naah.. begitu baru sahabatku, sudah
lebih ceria kan sekarang? .. optimis ya? Doaku selalu menyertai si kecil nan
cantik tari” ia mencium kening tari.. yang masih tidak menyadari kehadirannya.
................
Seperti
yang di ucapkan gina berulang-ulang. Optimis! , menjadi modal rahma untuk terus
semangat. Melewati hari demi hari dengan fokus mengurus si kecil tari, makin
lama coretan tangan tari makin indah.. rahma berpikir apa tari juga menyukai
melukis seperti suaminya. Dan senyum itu sekali lagi mengembang. Mengiringi
langkahnya menuju tempat terapi. Hidup harus semakin indah...
“tari anak yang cerdas bu, kemajuannya
bagus. Dia langsung antusias jika ku beri kertas kosong dan pensil warna.
Ketika dia mulai mencoret-coret kertas itu, tampak dia terlihat bahagia.
Sepertinya itulah yang pernah saya katakan dulu, kemampuan luarbiasanya.. hanya
masalah waktu keindahan itu akan terbit, bu rahma beruntung..”
“terimakasih bu.. aku terus bermimpi,
suatu saat si kecilku tari akan memanggilku ibu dengan kasih sayangnya”
“saya yakin, ada rencana indah dari
Tuhan dibalik ini semua.”
...................
“jadi selain suka lukis, tari juga
suka piano ya?” gina bertanya antusias
“iya... persis seperti papa nya. Suka
melukis dan main piano. Setiap hari mas aji memang selalu bermain piano untuk
tari. Tari selalu riang mendengarnya. Aku seneng na.”
“aku juga seneng tari sekarang ada
perkembangan. , rasanya tidak sabar menunggu waktu sampai tari nanti
benar-benar menjadi pelukis dan pianis hebat. Aku akan memberi tepuk tangan
paling semangat nanti, tentu tante nya tidak akan kalah dengan ayah ibunya..
hiihihih”
“aamiin.. , J”
..............
Tiga tahun berlalu... kemampuan tari
sebagai pelukis dan pianis semakin terlihat baik. Namun rupanya, masih ada
seseorang yang belum tergugah hatinya.
“sebenarnya apa yang kamu pikirkan
aji, sampai kamu masih bertahan dengan anak yang seperti itu? Aku kecewa dengan
istrimu. Aku sudah bilang berkali-kali, nikahi saja jesika, dia pasti bisa
memberikan keturuan yang lebih berkualitas.”
Celoteh bu wahyu, ibunda aji, yang
kini menjanda karena suaminya, ayah aji sudah lama tiada. Dia sering mengkritik
kondisi tari. Kekesalannya pada tari dan rahma semakin menjadi ketika tari
tidak sengaja memecahkan vas bunga kesayangannya. Dan tentu saja.. hal itu
sangat menyakitkan untuk rahma.
“aku tidak mungkin bisa meninggalkan
tari dan rahma bu,”
“ibu tidak menyuruh kamu meninggalkan
mereka, tapi menikahlah lagi, sehingga aku dapat cucu yang normal, agar aku
tidak malu untuk memperkelankannya pada teman-teman”
“tetap aku tak mampu bu, . aku tidak
tega melakukannya. Maaf.. , “
“kamu sekarang semakin keras kepala
aji, ibu kecewa”
“maaf bu”
.....................
“kamu pasti tahu apa yang ibu rasakan
kan tari? Mendengar setiap kemarahannya.. “
Sengaja,
sore itu sehabis hujan rahma mengajak tari berjalan-jalan mengelilingi taman
dekat rumah. Dan saat itulah.. waktu keindahan telah mulai.
“i-bu...” terbata-bata kata indah itu
terucap.
Langkah
rahma terhenti.
“iya sayang? .. tari memanggil ibu?”
“iii-bbuu..” tangan tari terangkat
menunjuk sesuatu kearah atas. Spontan rahma mengikuti arah telunjuk itu..
*pelangi* . rahma terdiam cukup lama, menafsirkan semuanya.. Ia paham, impian
nya mendengar sang putri memanggilnya ibu kini mewujud. Meskipun hanya satu
kata, namun mampu memberi beribu kebahagiaan dalam hatinya.
“terimakasih sayang...” tak mampu ia
menahan haru. Menyaksikan mimpi nya bersama pelangi.
Hanya masalah
waktu, keindahan itu akan terbit
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar